Arsip Tag: kebaya buhun

SEPUTAR BUSANA KAIN KEBAYA SUNDA DENGAN ASSESORIESNYA


kebayaDalam tulisan ini, penulis hanya mencoba memaparkan secara singkat historis, jenis serta cara pemakaian berbusana kain kebaya Sunda. Mungkin bermanfaat bagi wanoja Sunda yang ingin berbusana kain kebaya Sunda sesuai dengan norma-norma yang baik dan benar. Tulisan ini disarikan dari pengalaman penulis yang pernah menjadi juri/penatar Pemilihan Mojang dan Jajaka Parahiyangan/Jawa Barat dari tahun 1988-2001.

PURWA WACANA
Berbusana Nasional bagi wanita Indonesia, identik dengan berkain kebaya. Bagi wanita Sunda, berbusana kain kebaya merupakan cara berbusana yang kharismatik. Tetapi pengetahuan mengenai cara berbusana kain kebaya, masih belum merata diketahui para wanita. Maka tidaklah heran bila dalam prakteknya, banyak para wanita yang tidak laras dalam berkain kebaya. Sering campur aduk antara yang tradisional/klasik, modifikasi, inovasi dengan kreasi.

Dari hasil berbincang dan bertukar informasi dengan para pakar busana tradisonal Sunda, termasuk para penata rias pengantin yang pernah digagas oleh Diparda (1955) dan Disbudpar Prop. Jabar (2001); dalam kegiatan pelaksanaan pemilihan Mojang & Jajaka Parahiyangan (Jawa Barat), dapat disimpulkan beberapa ciri khas berbusana kain kebaya Sunda, seperti tertulis di bawah ini.

KAIN BATIK
Masyarakat umum sering beranggapan bahwa batik yang ada di Jawa Barat, berasal dari Kebudayaan Jawa (Jawa Tengah). Hal ini tidak seluruhnya benar, sebab menurut Naskah Kuna Siksa Kanda’ng Karesian Sarga XVII dan XVIII, dikatakan bahwa ada segala macam kain (motif ornamen), seperti:
kembang mu(n)cang, gagang senggang, sameleg, seumat sahurun, anyam cayut, sigeji, pasi,kalangkang ayakan, poleng re(ng)ganis, jayanti, cecempaan, paparanakan, mangin riris, silih ganti, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyengsoh, gaganjar, lusian besar, kampuh jaya(n)ti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten. Tentang segala macam kain, tanyalah pangeuyeuk (ahli tekstil). Begitulah menurut naskah SSK (1440 Saka = 1518 M).

Dari sekian banyak jenis nama motif ornamen di atas sekarang sudah tidak dikenal lagi,atau walaupun masih ada telah berganti nama, sehingga sulit untuk dirunut kembali.
Pernah ada perbincangan di antara beberapa budayawan, mengenai jenis batik Jawa Barat. Meskipun bukan keputusan final telah diinfentarisir untuk sementara, bahwa ada beberapa sentra pembuatan batik yang berciri khas, baik motif ornamennya maupun warna dasarnya, yaitu:

Batik Garutan (berasal dari Garut). Berlatar dasar lebih cerah (nuansa warna putih, kuning muda/gading). Motifnya lebih banyak berupa Rereng (dengan segala variasinya). Sangat berkemungkinan untuk terus berkembang, dengan motif lebih beraneka warna. Beberapa jenis batik Garutan sering dipakai untuk keperluan Pengantin.
Batik Ciamisan (berasal dari Ciamis). Latar dasar merah maron. Motif ornamen Rereng bergaya tradisional. Sudah tidak berkembang lagi.
Batik Bantenan (berasal dari daerah Banten). Latar dasar berwarna biru (nila) dengan segala nuansanya. Motif ornamennya berbentuk flora dan corak geometris.
Batik Trusmian (daerah Cirebon). Berlatar dasar warna pastel, nuansa variasi biru, abu-abu, hijau, coklat muda, gading. Motif ornamen: flora, fauna, mega, bintang, matahari, batu karang, ombak dan arsitektur gaya Cirebon.
Batik Dermayon (Indramayuan). Latar dasar cerah, nuansa warna merah, kuning, hijau, biru, putih. Motif ornamen bentuk-bentuk geometris, flora, fauna termasuk fauna laut. Ada nuansa ornamen Cina.

Dalam perkembangan seterusnya, ciri khas setiap daerah ini ada yang tetap berpijak pada kekhasannya tetapi ada pula yang bergeser menurut mode dan selera pasar.

KEBAYA
Secara historis, perkembangan kebaya wanita Sunda bisa dirunut dengan memperhatikan kebiasaan berbusana wanita Sunda dari yang sederhana sampai busana kebaya masa kini, ialah:

Masa awal, hanya menggunakan a p o k, ditutup dengan selendang.
Masa jaman pertengahan. Baju salontreng, yaitu semacam baju kurung.
Masa sekarang. Baju kebaya dengan bermacam, a.l:
– Corak Sartika (Kartini) cirinya memakai surawe/lidah, kraag.
– Corak Cowak, bersegi empat, segi lima atau variasi lainnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, karena pengaruh mode yang terus bermunculan, maka ada kebaya bergaya sonday, pungsat, berwarna polos, bermotif tradisional maupun moderen, brukat, aplikasi, bersulam, berprada dsb.
Yang jelas kebaya Sunda tidak menggunakan beef (kebaya ber-beef adalah kebaya Jawa, perkembangan dari pemakaian stagen).
Menurut salahseorang pakar busana wanita, kata kebaya berasal dari kata cambay, nama sebuah daerah/kota di Persia.

ASSESORIES
Bila berkebaya jenis Sartika, maka:
– Selop/alas kaki harus tertutup.
– Kalung dipakai di dalam (tidak berjuntai ke luar.
– Penitik dapat bersusun tiga, bross atau rantay.
– Kurabu/Subang: Kurabu harus yang bermata (intan, berlian, imitasi). Tidak boleh anting-anting.
– Bisa berselendang bisa pula tidak.

Bila berkebaya jenis Cowak, maka:
– Selop/alas kaki menggunakan yang terbuka (terlihat jari kaki).
– Kalung dengan ukuran pendek dipakai di dalam, melekat ke leher.
– Tidak menggunakan penitik sebagai hiasan (bros dsb).
– Kurabu/Subang, bisa menggunakan bentuk kreasi baru, asal jangan menggunakan anting-anting.
– Memakai selendang yang bermotif atau polos.

SANGGUL
Pada dasarnya ada beberapa macam jenis sanggul, dari yang tradisional sampai dengan modivikasi dan kreasi baru.
Untuk yang tradisional, bagi “Mojang Sunda” adalah bergelung Pasundan (jenis sanggul inilah yang dipakai dalam kriteria pemilihan Mojang Parahiyangan/Jawa Barat) dengan assesories menggunakan hiasan rambut (bunga melati, di bagian atas sanggul dan sejenis rangkaian melati disisipkan di bagian pinggir, yang disebut kembang kapol)
Untuk yang sudah berkeluarga, atau para wanoja, maka yang digunakan adalah Gelung Ciwidey, jenis pembuatan sanggulnya khas, yaitu ada yang disebut Alip diais ku Enun. Assoseriesnya adalah bunga melati dengan sisir pinti yang disisipkan pada sanggul bagian atas.

CATATAN LAINNYA
Bagi wanita muslimah, selendang biasa digunakan sebagai kerudung (penutup kepala), ada yang dikerudungkan biasa saja, tetapi secara tradisional biasa disebut dengan mudawaroh, dikenal pula gelung Puspasari, yang di daerah Jawa disebut dengan gelung Malang.
Ada dikenal pula gelung Chiyoda (Nama sebuah toko di Bandung, ketika Jaman Jepang), bentuk sanggulnya seperti gaya Jepang.
Adapun gelung Jucung (jangkung), pada jaman dulu digunakan di kalangan rakyat, sekarang digunakan untuk para celebriti dan penari, termasuk gadis penerima tamu yang berkain kebaya modis.
Pernah dipakai pula gelung Cokbay (dicocok sina ngambay), sanggul jenis ini hampir serupa dengan sanggul Bali. Digunakan sehari-hari dalam situasi santai.

Sumber : H.R. Hidayat Suryalaga http://sundanetDOTcom/article/content/181